Memperhalus Rasa Malu
Republika Jumat, 01 April 2005
Oleh : Suprianto
Rasa malu menjauhkan seseorang dari perbuatan salah. Sebagai seorang yang beriman, kita seharusnya memiliki rasa malu, sehingga akan tumbuh malu yang sebenar-benarnya di hadapan Allah SWT tatkala melakukan apa yang dilarang dan dibenci-Nya, atau ketika meninggalkan apa yang diperintahkan-Nya. Simaklah dialog Rasulullah SAW dengan para sahabat dalam sebuah majelis. Beliau berkata, ''Malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya.'' Para sahabat menjawab, ''Wahai Nabi Allah, kami memang malu kepada Allah dan memuji-Nya.''
Nabi bersabda, ''Bukan begitu yang kumaksudkan. Tetapi, orang yang malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya mestilah menjaga kepala dan pikiran yang terkandung di dalamnya. Hendaklah juga menjaga perut dan apa yang dikumpulkan di dalamnya, dan hendaknya dia mengingat maut dan bencana yang akan menimpanya. Siapa yang menginginkan akhirat, maka dia mesti sanggup meninggalkan kemilau hiasan dunia. Hanya orang-orang seperti itulah yang benar-benar malu kepada Allah.'' (HR Tirmidzi dengan sanad Hasan).
Rasulullah SAW selalu mengajarkan kepada para sahabatnya tentang hakikat malu. Karena, malu merupakan salah satu sifat mulia dan terpuji. Bahkan, ia merupakan pangkal keimanan. Sabdanya, ''Tidak ada iman bagi orang yang tidak punya malu.''
Untuk dapat memperhalus rasa malu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, menjaga kepala dan pikiran. Maksudnya adalah menjaga seluruh indra yang dikendalikan oleh kepala. Ia tidak mempergunakan indra-indra itu kecuali dalam hal yang diridhai Allah SWT. Kedua, menjaga perut dan isinya, artinya ia tidak memakan sesuatu kecuali yang halal karena itulah yang diperintahkan Allah dalam firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 172, ''Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu.''
Ketiga, mengingat mati dan kehancuran tubuh setelah mati serta membayangkan kematian selalu ada di depan mata. Rasulullah SAW bersabda, ''Perbanyaklah mengingat si pelumat kenikmatan, yaitu kematian.'' (HR At-Tirmidzi). Keempat, meninggalkan perhiasan dunia. Artinya, ia tidak teperdaya oleh glamor dunia sehingga ia tidak disibukkan oleh hal-hal itu dari mengingat Allah dan akhirat yang merupakan tempat kembalinya.
Allah SWT berfirman, ''Maka, janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu. Dan janganlah penipu (setan) memperdaya kamu terhadap Allah.'' (QS Luqman [31]: 33). Perkara lain yang dapat memperhalus rasa malu adalah dengan menyaksikan, mensyukuri, kebaikan, dan karunia Allah SWT. Betapa banyak nikmat dan karunia Allah yang telah dilimpahkan kepada kita, baik berupa kesehatan anggota badan seperti tangan, kaki, mata, telinga, hidung, dan lidah. Juga makanan, tempat tinggal, pakaian.
Kesadaran akan karunia Allah kepada diri kita inilah yang akan memperhalus perasaan malu di hadapan-Nya. Wallahu a'lam bish shawab.
Oleh : Suprianto
Rasa malu menjauhkan seseorang dari perbuatan salah. Sebagai seorang yang beriman, kita seharusnya memiliki rasa malu, sehingga akan tumbuh malu yang sebenar-benarnya di hadapan Allah SWT tatkala melakukan apa yang dilarang dan dibenci-Nya, atau ketika meninggalkan apa yang diperintahkan-Nya. Simaklah dialog Rasulullah SAW dengan para sahabat dalam sebuah majelis. Beliau berkata, ''Malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya.'' Para sahabat menjawab, ''Wahai Nabi Allah, kami memang malu kepada Allah dan memuji-Nya.''
Nabi bersabda, ''Bukan begitu yang kumaksudkan. Tetapi, orang yang malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya mestilah menjaga kepala dan pikiran yang terkandung di dalamnya. Hendaklah juga menjaga perut dan apa yang dikumpulkan di dalamnya, dan hendaknya dia mengingat maut dan bencana yang akan menimpanya. Siapa yang menginginkan akhirat, maka dia mesti sanggup meninggalkan kemilau hiasan dunia. Hanya orang-orang seperti itulah yang benar-benar malu kepada Allah.'' (HR Tirmidzi dengan sanad Hasan).
Rasulullah SAW selalu mengajarkan kepada para sahabatnya tentang hakikat malu. Karena, malu merupakan salah satu sifat mulia dan terpuji. Bahkan, ia merupakan pangkal keimanan. Sabdanya, ''Tidak ada iman bagi orang yang tidak punya malu.''
Untuk dapat memperhalus rasa malu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, menjaga kepala dan pikiran. Maksudnya adalah menjaga seluruh indra yang dikendalikan oleh kepala. Ia tidak mempergunakan indra-indra itu kecuali dalam hal yang diridhai Allah SWT. Kedua, menjaga perut dan isinya, artinya ia tidak memakan sesuatu kecuali yang halal karena itulah yang diperintahkan Allah dalam firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 172, ''Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu.''
Ketiga, mengingat mati dan kehancuran tubuh setelah mati serta membayangkan kematian selalu ada di depan mata. Rasulullah SAW bersabda, ''Perbanyaklah mengingat si pelumat kenikmatan, yaitu kematian.'' (HR At-Tirmidzi). Keempat, meninggalkan perhiasan dunia. Artinya, ia tidak teperdaya oleh glamor dunia sehingga ia tidak disibukkan oleh hal-hal itu dari mengingat Allah dan akhirat yang merupakan tempat kembalinya.
Allah SWT berfirman, ''Maka, janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu. Dan janganlah penipu (setan) memperdaya kamu terhadap Allah.'' (QS Luqman [31]: 33). Perkara lain yang dapat memperhalus rasa malu adalah dengan menyaksikan, mensyukuri, kebaikan, dan karunia Allah SWT. Betapa banyak nikmat dan karunia Allah yang telah dilimpahkan kepada kita, baik berupa kesehatan anggota badan seperti tangan, kaki, mata, telinga, hidung, dan lidah. Juga makanan, tempat tinggal, pakaian.
Kesadaran akan karunia Allah kepada diri kita inilah yang akan memperhalus perasaan malu di hadapan-Nya. Wallahu a'lam bish shawab.