RUU APP dan Akal Sehat
Oleh:
Bustanuddin Agus
Guru Besar Universitas Andalas, Padang
Source : republika.co.id
Peringatan hari perempuan tanggal 8 Maret lalu dijadikan momen menentang Rancangan Undang-undang Antipornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Di antara perempuan pengunjuk rasa di depan Istana Merdeka mengusung spanduk yang bertulis ''Tubuhku Milikku''. Penolakan terhadap RUU ini ditimpali dengan berbagai alasan.
Di antaranya alasan definisi porno yang kabur dan tidak ada yang disepakati. Demikian pula pornografi dan pornoaksi. Alasan-alasan ini sebenarnya tidak dapat dijadikan dalih menolak RUU tersebut. Dalam masalah sosial, biasa para ahli berbeda pendapat karena mereka mengajukan definisi yang tak terlepas dari latar belakang sosial budaya masing-masing. Dalam hal ini, tugas rumusan hukum dan perundang-undanganlah untuk mengkonkretkan dan menyatukannya.
Akal sehat
Bila seorang perempuan tampil di depan umum dengan membukakan buah dada, paha, punggung, sekitar pusar, dan sekitar ketiak, akal sehat mengatakan itu adalah tindakan yang memancing nafsu seks laki-laki biasa (baca: normal). Karena itu tindakan demikian sudah termasuk porno. Demikian pula pakaian ketat atau tembus pandang. Soal ada yang tidak terpancing nafsu seksnya karena sudah biasa atau karena alasan lain, itu adalah kondisi yang tidak normal lagi. Dan hukum tidak dapat didasarkan kepada alasan-alasan yang tidak normal.
Lagi pula, kalau kebanyakan laki-laki tidak bernafsu lagi melihat perempuan yang terbuka pada bagian-bagian sensitif di atas, sebenarnya sudah merupakan bencana dalam masyarakat. Kehidupan dan gairah seksual yang sakral akan sirna. Tapi, di samping banyak laki-laki yang sudah biasa saja dengan 'tontonan gratis' tersebut, banyak pula yang memandangnya seperti 'membangunkan ular tidur'. Berbagai tindakan perkosaan, zina, incest, dan bahkan perkosaan terhadap anak-anak, sering terjadi karena tontonan gratis itu.
Karena itu, persoalan ini tidak bisa dikembalikan saja kepada ''kesalahan pikiran'' orang yang melihatnya, seperti yang biasa dijadikan alasan oleh yang menolak. Sebab pikiran timbul karena rangsangan. Dan mempertontonkan aurat merangsang orang lain, juga memperjauh manusia dari salah satu kebutuhan instinktifnya. Alasan bahwa RUU ini diskriminatif atau hanya perempuan yang dijadikan objek, teks RUU tidaklah demikian adanya. Sebab sejak Pasal 4 hingga Pasal 33 mengungkap ''setiap orang''. Cuma, yang merangsang seks pada perempuan memang lebih banyak dari laki-laki. Bagi laki-laki, yang merangsang dipatok antara lutut dan pusar. Ini bukanlah diskriminatif, melainkan kelebihan. Sebab kalau sama saja antara laki-laki dan perempuan dalam masalah seks ini, kegairahan dan sakralitas dalam perkawinan akan hilang.
Yang berharga
Ungkapan ''tubuhku adalah milikku'' menyiratkan bahwa ia bebas memperlakukan apa saja yang dimauinya terhadap tubuhnya. Manusia yang waras menilai apa yang dimiliknya berharga dan patut dipelihara. Tapi kalau yang dimiliki itu sudah menjadi tontonan gratis, tentu ia tidak berharga lagi.
Yang berharga, bahkan yang sakral, tidak bisa diperlakukan sembarangan. Ada tata cara dan prosedurnya. Yang berhubungan dengan seks hanya bisa dinikmati dalam lingkup perkawinan yang sah. Andai perempuan bersangkutan tidak merasa tubuhnya berharga, dia tetap tidak bisa dibiarkan berbuat semaunya, karena akan berdampak negatif terhadap orang lain yang melihatnya. Orang lain adalah masyarakat banyak. Kepentingan dan hak orang banyak tak dapat digusur oleh kebebasan yang didakwa sebagai hak individu.
Soal perempuan yang memakai kemben di Bali dan laki-laki memakai koteka di pedalaman Irian terancam kena hukuman, tak usah jadi alasan untuk menolak RUU. Sebab RUU itu, sebagaimana undang-undang lain, punya klausul-klausul yang mengecualikan. Pasal 34 mengungkap pengecualian itu, yaitu bagi pendidikan, ilmu pengetahuan, atau pengobatan. Sedangkan pelarangan terhadap pornoaksi, dikecualikan untuk adat istiadat, budaya kesukuan, dan ritus keagamaan serta kepercayaan. Juga kegiatan olahraga dan seni yang dilaksanakan di tempat khusus dan mendapat izin pemerintah. Alasan lain yang santer pula adalah bahwa RUU ini membunuh kreativitas seni dan olahraga. Padahal Pasal 34 juga telah mengualikan kegiatan seni dan olahraga. Walaupun pengecualian kedua bidang ini dapat pula diperdebatkan.
Terdengar aneh, memang, kenapa seni dan olahraga harus dibumbui dengan sesuatu yang porno? Dunia seni dipercayai kebanyakan seniman sebagai dunia bebas. L'art pour l'art adalah prinsip yang dianggap universal. Tapi prinsip ini menjerumuskan. Sama halnya dengan kebebasan pers yang tidak merasa bersalah walaupun telah memuat kartun Nabi Muhammad yang menghinakan Islam dan umat Islam. Kalau manusia diakui sebagai makhluk sosial, tidak ada kebebasan yang bersifat mutlak dalam kehidupan bersama ini.
Masyarakat beradab
Negara Republik Indonesia ini diproklamirkan, di antaranya, dengan mengakui rahmat Allah Yang Maha Kuasa yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Apa yang kita miliki di bumi Indonesia ini sebenarnya amanah dan nikmat Allah. Nikmat harus disyukuri dengan mempergunakannya sesuai untuk apa ia diberikan. Amanah harus diperlakukan sesuai dengan keinginan yang mengamanahkan.
Diri dan kehidupan adalah amanah dan nikmat Allah yang sangat penting dan berharga. Sungguh suatu kesombonganlah menganggapnya sebagai milik pribadi yang bebas diperlakukan semaunya, seperti ungkapan ''tubuhku milikku''. Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, bukanlah berarti sekadar mempercayai adanya Tuhan di luar alam ini. Tetapi percaya kepada ada-Nya sebagai pencipta dan pemberi rahmat yang wajib disyukuri.
Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, lebih tegas lagi menentang meluasnya tindakan pronografi dan dan pornoaksi. Beradab adalah melakukan sesuatu menurut norma-norma moral, adab, dan sopan santun. Beradab bukanlah tindakan semaunya, alamiah, dan seadanya. Tindakan beradab harus punya nilai tambah yang terletak pada aturan, norma moral, sopan santun, dan sesuai dengan hukum dan adat istiadat masyarakat setempat.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat Timur yang punya nilai-nilai budaya yang religius dan moralis. Kebebasan atau liberalisme Barat tidak cocok dibawa ke masyarakat Timur ini. Liberalisme Barat juga bersifat individualisme. Karenanya juga tidak cocok dijadikan patokan dalam mengatur masyarakat Timur yang masih kental dengan kolektivisme.
Liberalisme, individualisme, dan sekularisme adalah ideologi yang tetap dipertahankan dan disebarluaskan oleh masyarakat pengembannya. Dalam sosiologi agama kontemporer, sebagaimana diungkap oleh Nottingham (1985:26-28), Juergensmeyer (1998), Beals & Beals (1977:473-476), dan Agus (2006:45-116), ideologi-ideologi sekuler tersebut adalah 'agama'. Anehnya di Indonesia, paham dari 'agama' sekuler tersebut diusung oleh orang-orang yang mendakwahkan diri sebagai Muslim.
Karena itu, alasan-alasan yang mereka kemukakan untuk menolak RUU APP adalah alasan yang dicari-cari, karena masih malu-malu menyatakan sebagai kepatuhan kepada doktrin 'agama' liberalisme dan sekularisme. Moral dan petunjuk agama banyak yang tidak sejalan engan selera dan nafsu rendahan mereka. Pandangan pendek mereka urang bisa memahami pentingnya petunjuk agama bagi kehidupan. etunjuk agama dan norma moral hanya dapat dipahami dan dirasakan oleh orang-orang yang berpandangan jauh ke depan dan berpandangan luas.
Ikhtisar
- Akal sehat mengatakan perempuan yang tampil di depan umum dengan membukakan buah dada, paha, punggung, sekitar pusar, dan sekitar ketiak, adalah tindakan yang memancing nafsu seks laki-laki biasa/normal.
- Soal ada yang tidak terpancing nafsu seksnya oleh 'tontotan gratis' itu karena sudah biasa atau alasan lain, adalah kondisi yang tidak normal. Hukum tak dapat didasarkan pada alasan-alasan yang tidak normal.
- 'Tontonan gratis' tersebut, bagi banyak orang merupakan rangsangan yang memicu berbagai tindakan perkosaan, zina, incest, dan bahkan perkosaan terhadap anak-anak. Jadi tak bisa dikembalikan kepada ''kesalahan pikiran'' yang melihatnya.
Yg bikin bingung, penentang RUU-APP kok kebanyakan perempuan ya? Musti laki2 tuh yg banyak nentang, karena ga bisa lagi liat2 yg begitu2, yg bikin meler2. Apa ini fenomena klo perempuan seneng banget diliatin tubuhnya ma laki2 ya? Klo gitu suruh pada buka aurat sekalian ga usah pake baju deh.
1:44 PM
yng laki2na malu kali..
» Post a Comment