Do'a Berbuka Puasa
Assalaamu alaykum wa RahmatuLlahi wa Barakatuh.
Dalam masyarakat kita ada sebuah kebiasaan mengucapkan do'a berbuka puasa berdasarkan sebuah hadith:
"Dari Anas, ia berkata: Adalah Nabi salallahu 'alaihi wa sallam, apabila berbuka beliau mengucapkan: Bismillah, Allahumma Laka Shumtu Wa Alla Rizqika Aftartu (artinya: Dengan nama Allah, Ya Allah karena-Mu aku berbuka puasa dan atas rizqi dari-Mu aku berbuka). [Riwayat: Thabrani di kitabnya Mu'jam Shogir hal 189 dan Mu'jam Auwshath]
Namun, sanad hadits ini adalah lemah/dlo'if. Mengapa ? Alasannya adalah sebagai berikut:
PERTAMA:
Di sanad hadist ini ada Ismail bin Amr Al-Bajaly. Dia seorang perawi yang lemah.
- Imam Dzahabi mengatakan di kitabnya Adl-Dhu'afa : Bukan hanya satu orang saja yang telah melemahkannya.
- Kata Imam Ibnu 'Ady: Ia menceritakan hadits-hadits yang tidak boleh dituruti.
- Kata Imam Abu Hatim dan Daruquthni: Lemah!
- Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat): Dia inilah yang meriwayatkan hadits lemah bahwa imam tidak boleh adzan. [ref: lihat Mizanul I'tidal 1/239]
KEDUA:
Di sanad ini juga ada Dawud bin Az-Zibriqaan.
- Kata Muhammad Nashiruddin Al-Albani: Dia ini lebih jelek dari Ismail bin Amr Al-Bajaly.
- Kata Imam Abu Dawud, Abu Zur'ah dan Ibnu Hajar: Matruk.
- Kata Imam Ibnu 'Ady: Umumnya apa yang ia riwayatkan tidak boleh diturut. [ref: lihat Mizanul I'tidal 2/7]
- Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat): Al-Ustadz Abdul Qadir Hassan membawakan riwayat Thabrani ini di Risalah Puasa tapi beliau diam tentang derajad hadits ini.
Yang menjadi pertanyaannya adalah walaupun berdasarkan ilmu hadits bahwa hadits di atas dan beberapa hadits yang relevan tentang do'a berbuka puasa-- telah di-dlo'if-kan, apakah itu bermakna kita tidak boleh beramal dengan do'a itu? Sehingga apakah dalam berdo'a itu kita harus mengamalkan do'a yang shahih dari RasuluLlah salallahu 'alaihi wa sallam ataukah bebas berdo'a asalkan tidak melanggar etika berdo'a?
TANGGAPAN :
Menurut Sheikh Abdul Karim Al-Khudayr, do'a di luar sholat boleh dibaca dengan bahasa apa saja. Menurut beliau lagi walaupun lebih afdal dibaca do'a-do'a ini dalam bahasa Arab karena ia masih termasuk ruang lingkup ibadat.
Sedangkan menurut Sheikh Al-Islam Ibn Taimiyah:
"Do'a dibolehkan dalam bahasa Arab dan bukan bahasa Arab. Allah mengetahui apa yang tersirat di dalam do'a permintaannya. Terserah bahasa apa yang diucapkannya, kerana sesungguhnya Dia mendengar semua suara dari berbagai bahasa, memohon berbagai jenis hajat..."[Ref: Majmu' al-Fataawa, 22/488-489]
Mengenai persoalan, apakah boleh berdo'a dengan do'a-do'a yang bukan dari al-Quran atau sunnah Nabi saw, jumhur ulama membenarkannya, asalkan ia tidak lari dari batas-batas dan adab-adab do'a yang dibenarkan. Dari segi derajat do'a sudah tentu yang paling afdal diambil dari al-Quran dan juga dari Hadith Nabi saw. Bahkan membacanya saja sudah mendapat pahala.
Menurut Sheikh Al-Islam Ibn Taimiyah lagi:
"Manusia hendaklah berdo'a dengan do'a-do'a yang dibenarkan dalam syariat yaitu yang datang dari Al-Quran dan Sunnah! Karena sesungguhnya didalamnya tidak ada keraguan mengenai fadilat dan kebaikannya, dan sesungguhnya ia adalah jalan yang lurus. Ulama Islam dan Imam-Imam agama telah menyatakan do'a-do'a ini yang ada didalam syariah, dan berpaling dari do'a-do'a yang direka-reka (bid'ah), maka hendaklah kita mengikuti mereka didalam perkara itu." [Ref: Majmu' al-Fataawa, 1/346,348]
Sehingga, di sini ulama'-ulama' mengalakkan kita menggunakan do'a-do'a yang ada didalam Al-Quran dan juga hadith Nabi saw oleh karena ianya mempunyai fadilat dan kebaikan yang terkandung didalamnya. Seseorang itu tidak mungkin salah dan ragu jika dia menggunakan do'a-do'a yang warid ini, jika hendak dibandingkan dengan do'a-do'a yang disusun sendiri yang tidak mungkin bebas dari kesalahannya. Ini sebagai langkah berjaga-jaga dan juga cara mendapatkan fadilat dari Allah swt. Nanum demikian, do'a yang bebas dari unsur-unsur yang dilarang adalah dibenarkan membacanya.
Sedangkan, waktu berbuka merupakan salah satu daripada saat-saat do'a itu dikabulkan oleh Allah swt.
Sheikh Al-Islam menyatakan:
"Do'a akan dijawab sewaktu hujan turun, tatkala berada di medan pertempuran, ketika azan dan iqamah, di dalam Solat, ketika sujud, do'a orang yang berpuasa, do'a orang musafir, do'a orang yang dizalimi, dan sebagainya. Kesemua ini telah datang dari hadith-hadith yang ma'ruf didalam kitab Sahih dan Sunan." [Ref: Majmu’ al-Fataawa, 27/129-130]
Do'a dan puasa merupakan ibadat, dan sudah tentu bacaan-bacaan yang diketahui benar datang dari Nabi saw menjadi keutamaannya untuk diamalkan. Sudah tentu pula dibulan yang penuh berkat ini, umat Islam ingin mencapai semaksimal mungkin derajat ibadatnya kepada Allah swt. Sehingga ini termasuklah membaca do'a berbuka puasa yang terbaik yang dapat dikaitkan dengan Nabi saw seperti do'a dibawah ini:
"Umar berkata: Nabi Rasulullah saw ketika berbuka puasa berkata: Zahabaz Zama'u wabtallatil 'uruuqu wathabatal Ajru Insyaallah."
Artinya:
"Telah hilang dahaga dan telah basah urat-urat dan telah tetap pahala insya Allah." [Hadith diriwayatkan oleh Abu Daud #2357, Al-Daaraquthni #25, Ibn Hajar dalam al-Talhis al-Habiir (2/202)] Al-Daaraquthni mengatakan bahawa hadith ini isnadnya Sahih.
Sedangkan, do'a yang biasanya disebutkan,
"Ya Allah, aku telah berpuasa, dan atas rezekimu aku berbuka." [Hadith riwayat Abu Daud #2358, adalah mursal hadith maka ia bertaraf dlaif. Al-Albani telah mengkategorikan hadith ini Dlaif dalam Dlaif Abi Daud]
Karena do'a dalam hadits ini (yang kedua) adalah dlaif (lemah), maka lebih afdal kita mengambil do'a alternatif yang lebih baik isnadnya yang dapat kita munafaatkan dalam amalan sunat membaca do'a ketika berbuka puasa.
KESIMPULAN:
Tidaklah menjadi satu kesalahan membaca do'a-do'a yang tidak bertentangan dengan syariat yang tidak terdapat di dalam Al-Quran dan Hadith. Sebagai contohnya selepas sholat, kita boleh berdo'a kepada Allah SWT memohon apa saja yang kita kehendaki asalkan ianya tidak lari dari batas yang dibenarkan oleh syara'.
Tetapi, walau bagaimanapun, do'a-do'a (selain dari sholat) yang ingin dibaca dalam ibadah seperti puasa, haji hendaklah mengambilnya dari do'a-do'a yang ma'ruf dari Al-Quran atau Hadith Nabi salallahu 'alaihi wa sallam, dimana terdapat fadilat dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
ALlahu a'lam bish-shawab.
Wassalaamu alaykum wa RahmatuLlahi wa Barakatuh.
Rujukan :
1. Mohammad bin Abdul Rahman Qasim. Majmu' Fatawa Shiekh Al-Islam Ibnu Taimiyah - 1, 22, 27. Mekah : Percetakan Al-Hukumah, 1969.
2. Al-Hafiz Imam Nawawi. Al-Azkar. Beirut : Dar Al-Ma'rifah, [????] halaman 172.
Dalam masyarakat kita ada sebuah kebiasaan mengucapkan do'a berbuka puasa berdasarkan sebuah hadith:
"Dari Anas, ia berkata: Adalah Nabi salallahu 'alaihi wa sallam, apabila berbuka beliau mengucapkan: Bismillah, Allahumma Laka Shumtu Wa Alla Rizqika Aftartu (artinya: Dengan nama Allah, Ya Allah karena-Mu aku berbuka puasa dan atas rizqi dari-Mu aku berbuka). [Riwayat: Thabrani di kitabnya Mu'jam Shogir hal 189 dan Mu'jam Auwshath]
Namun, sanad hadits ini adalah lemah/dlo'if. Mengapa ? Alasannya adalah sebagai berikut:
PERTAMA:
Di sanad hadist ini ada Ismail bin Amr Al-Bajaly. Dia seorang perawi yang lemah.
- Imam Dzahabi mengatakan di kitabnya Adl-Dhu'afa : Bukan hanya satu orang saja yang telah melemahkannya.
- Kata Imam Ibnu 'Ady: Ia menceritakan hadits-hadits yang tidak boleh dituruti.
- Kata Imam Abu Hatim dan Daruquthni: Lemah!
- Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat): Dia inilah yang meriwayatkan hadits lemah bahwa imam tidak boleh adzan. [ref: lihat Mizanul I'tidal 1/239]
KEDUA:
Di sanad ini juga ada Dawud bin Az-Zibriqaan.
- Kata Muhammad Nashiruddin Al-Albani: Dia ini lebih jelek dari Ismail bin Amr Al-Bajaly.
- Kata Imam Abu Dawud, Abu Zur'ah dan Ibnu Hajar: Matruk.
- Kata Imam Ibnu 'Ady: Umumnya apa yang ia riwayatkan tidak boleh diturut. [ref: lihat Mizanul I'tidal 2/7]
- Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat): Al-Ustadz Abdul Qadir Hassan membawakan riwayat Thabrani ini di Risalah Puasa tapi beliau diam tentang derajad hadits ini.
Yang menjadi pertanyaannya adalah walaupun berdasarkan ilmu hadits bahwa hadits di atas dan beberapa hadits yang relevan tentang do'a berbuka puasa-- telah di-dlo'if-kan, apakah itu bermakna kita tidak boleh beramal dengan do'a itu? Sehingga apakah dalam berdo'a itu kita harus mengamalkan do'a yang shahih dari RasuluLlah salallahu 'alaihi wa sallam ataukah bebas berdo'a asalkan tidak melanggar etika berdo'a?
TANGGAPAN :
Menurut Sheikh Abdul Karim Al-Khudayr, do'a di luar sholat boleh dibaca dengan bahasa apa saja. Menurut beliau lagi walaupun lebih afdal dibaca do'a-do'a ini dalam bahasa Arab karena ia masih termasuk ruang lingkup ibadat.
Sedangkan menurut Sheikh Al-Islam Ibn Taimiyah:
"Do'a dibolehkan dalam bahasa Arab dan bukan bahasa Arab. Allah mengetahui apa yang tersirat di dalam do'a permintaannya. Terserah bahasa apa yang diucapkannya, kerana sesungguhnya Dia mendengar semua suara dari berbagai bahasa, memohon berbagai jenis hajat..."[Ref: Majmu' al-Fataawa, 22/488-489]
Mengenai persoalan, apakah boleh berdo'a dengan do'a-do'a yang bukan dari al-Quran atau sunnah Nabi saw, jumhur ulama membenarkannya, asalkan ia tidak lari dari batas-batas dan adab-adab do'a yang dibenarkan. Dari segi derajat do'a sudah tentu yang paling afdal diambil dari al-Quran dan juga dari Hadith Nabi saw. Bahkan membacanya saja sudah mendapat pahala.
Menurut Sheikh Al-Islam Ibn Taimiyah lagi:
"Manusia hendaklah berdo'a dengan do'a-do'a yang dibenarkan dalam syariat yaitu yang datang dari Al-Quran dan Sunnah! Karena sesungguhnya didalamnya tidak ada keraguan mengenai fadilat dan kebaikannya, dan sesungguhnya ia adalah jalan yang lurus. Ulama Islam dan Imam-Imam agama telah menyatakan do'a-do'a ini yang ada didalam syariah, dan berpaling dari do'a-do'a yang direka-reka (bid'ah), maka hendaklah kita mengikuti mereka didalam perkara itu." [Ref: Majmu' al-Fataawa, 1/346,348]
Sehingga, di sini ulama'-ulama' mengalakkan kita menggunakan do'a-do'a yang ada didalam Al-Quran dan juga hadith Nabi saw oleh karena ianya mempunyai fadilat dan kebaikan yang terkandung didalamnya. Seseorang itu tidak mungkin salah dan ragu jika dia menggunakan do'a-do'a yang warid ini, jika hendak dibandingkan dengan do'a-do'a yang disusun sendiri yang tidak mungkin bebas dari kesalahannya. Ini sebagai langkah berjaga-jaga dan juga cara mendapatkan fadilat dari Allah swt. Nanum demikian, do'a yang bebas dari unsur-unsur yang dilarang adalah dibenarkan membacanya.
Sedangkan, waktu berbuka merupakan salah satu daripada saat-saat do'a itu dikabulkan oleh Allah swt.
Sheikh Al-Islam menyatakan:
"Do'a akan dijawab sewaktu hujan turun, tatkala berada di medan pertempuran, ketika azan dan iqamah, di dalam Solat, ketika sujud, do'a orang yang berpuasa, do'a orang musafir, do'a orang yang dizalimi, dan sebagainya. Kesemua ini telah datang dari hadith-hadith yang ma'ruf didalam kitab Sahih dan Sunan." [Ref: Majmu’ al-Fataawa, 27/129-130]
Do'a dan puasa merupakan ibadat, dan sudah tentu bacaan-bacaan yang diketahui benar datang dari Nabi saw menjadi keutamaannya untuk diamalkan. Sudah tentu pula dibulan yang penuh berkat ini, umat Islam ingin mencapai semaksimal mungkin derajat ibadatnya kepada Allah swt. Sehingga ini termasuklah membaca do'a berbuka puasa yang terbaik yang dapat dikaitkan dengan Nabi saw seperti do'a dibawah ini:
"Umar berkata: Nabi Rasulullah saw ketika berbuka puasa berkata: Zahabaz Zama'u wabtallatil 'uruuqu wathabatal Ajru Insyaallah."
Artinya:
"Telah hilang dahaga dan telah basah urat-urat dan telah tetap pahala insya Allah." [Hadith diriwayatkan oleh Abu Daud #2357, Al-Daaraquthni #25, Ibn Hajar dalam al-Talhis al-Habiir (2/202)] Al-Daaraquthni mengatakan bahawa hadith ini isnadnya Sahih.
Sedangkan, do'a yang biasanya disebutkan,
"Ya Allah, aku telah berpuasa, dan atas rezekimu aku berbuka." [Hadith riwayat Abu Daud #2358, adalah mursal hadith maka ia bertaraf dlaif. Al-Albani telah mengkategorikan hadith ini Dlaif dalam Dlaif Abi Daud]
Karena do'a dalam hadits ini (yang kedua) adalah dlaif (lemah), maka lebih afdal kita mengambil do'a alternatif yang lebih baik isnadnya yang dapat kita munafaatkan dalam amalan sunat membaca do'a ketika berbuka puasa.
KESIMPULAN:
Tidaklah menjadi satu kesalahan membaca do'a-do'a yang tidak bertentangan dengan syariat yang tidak terdapat di dalam Al-Quran dan Hadith. Sebagai contohnya selepas sholat, kita boleh berdo'a kepada Allah SWT memohon apa saja yang kita kehendaki asalkan ianya tidak lari dari batas yang dibenarkan oleh syara'.
Tetapi, walau bagaimanapun, do'a-do'a (selain dari sholat) yang ingin dibaca dalam ibadah seperti puasa, haji hendaklah mengambilnya dari do'a-do'a yang ma'ruf dari Al-Quran atau Hadith Nabi salallahu 'alaihi wa sallam, dimana terdapat fadilat dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
ALlahu a'lam bish-shawab.
Wassalaamu alaykum wa RahmatuLlahi wa Barakatuh.
Rujukan :
1. Mohammad bin Abdul Rahman Qasim. Majmu' Fatawa Shiekh Al-Islam Ibnu Taimiyah - 1, 22, 27. Mekah : Percetakan Al-Hukumah, 1969.
2. Al-Hafiz Imam Nawawi. Al-Azkar. Beirut : Dar Al-Ma'rifah, [????] halaman 172.