<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d11776877\x26blogName\x3dYoung+Muslims+Indonesia\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://youngmuslimsindo.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://youngmuslimsindo.blogspot.com/\x26vt\x3d-4458987010061084945', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script>

Young Muslims Indonesia

Barangsiapa yang menempuh jalan yang menuju ke pengetahuan,
Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga,
dan para malaikat mengembangkan sayapnya karena senang pada orang yang mengincar ilmu,
serta seluruh penghuni surga dan bumi bahkan ikan di kedalaman lautan, memohon ampunan untuknya

[HR. Ibnu Hanbal 196]

An Naazi'aat 34 - 46

14 April, 2005
Surat ke 79 dari Al Quran ini mempunyai arti Yang Beralih Cepat.Dan di ayat ke 34 sampai dengan 46 atau ayat terakhir, mempunyai makna yang sangat mendalam tentang hari akhir atau hari kiamat.Untuk lebih jelas dan lebih menghayati surat An Naazi'aat ayat 34 sampai 46 ini, silahkan download file mp3 nya disini :

An Naazi'aat 34 - 46 (740kb)



Terjemahan dan Arab latin :

fa-idzaa jaa-ati alththaammatu alkubraa
[79:34] Maka apabila malapetaka yang sangat besar (hari kiamat) telah datang.

yawma yatadzakkaru al-insaanu maa sa'aa
[79:35] Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya,

waburrizati aljahiimu liman yaraa
[79:36] dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihat.

fa-ammaa man thaghaa
[79:37] Adapun orang yang melampaui batas,

waaatsara alhayaata alddunyaa
[79:38] dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,

fa-inna aljahiima hiyal ma'waa
[79:39] maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).

wa-amaa man khaafa maqaama rabbihi wanahaa alnnafsa 'ani alhawaa
[79:40] Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya,

fa-inna aljannata hiya alma/waa
[79:41] maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).

yas-aluunaka 'ani alssaa'ati ayyaana mursaahaa
[79:42] (Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari kebangkitan, kapankah terjadinya ?

fiima anta min dzikraahaa
[79:43] Siapakah kamu (maka) dapat menyebutkan (waktunya)?

ilaa rabbika muntahaahaa
[79:44] Kepada Tuhanmulah dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya).

innamaa anta mundziru man yakhsyaahaa
[79:45] Kamu hanyalah pemberi peringatan bagi siapa yang takut kepadanya (hari berbangkit)

ka-annahum yawma yarawnahaa lam yalbatsuu illaa 'asyiyyatan aw dhuhaahaa
[79:46] Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.

Mudah-mudahan bermanfaat dan mengingatkan agar tidak terlalu terbuai dengan duniawi.Amin Ya Rabbal Alamin...

Puisi Seorang Mu'alaf

12 April, 2005
Ya Allah..
Tak bisa bibirku berkata
Hanya hati memuji namaMu
Pancaran jiwa
Terangi hidup yang lama hampa
Kalimat syahadat kugenggam

Dzikrullah dan shalawat riuh dalam senandung
Seiring tetes air mata
Jatuh hapuskan kekafiranku
20 November silam

Empat tahun kini
Jiwa ragaku berselimut Muslim
Songsong hari jelang hidupku yang baru
Di sini, aku berharap sebuah akhir yang baik
Dari awal yang tak terkira.


[Christian Gustav]



Baca ceritanya disini

Meraih Optimisme dengan Muhasabah

08 April, 2005
DR Andian Parlindungan


Apa jadinya hidup seseorang bila jiwanya tidak pernah diisi dengan perenungan dan introspeksi? Niscaya orang tersebut tidak akan dapat membedakan hal yang baik dan buruk bahkan lebih celaka lagi, dia tidak bakal merasakan betapa bermaknanya hidup.

Bagi DR Andian Parlindungan, sangatlah penting dalam hidup ini senantiasa diwarnai dengan proses perenungan (muhasabah). Karena menurutnya, dengan perenungan itu selain bisa menjalin hubungan yang lebih erat kepada Allah SWT, juga nantinya manusia akan sampai pada satu titik untuk menjadi hamba yang beriman dan bertakwa.

"Jika seseorang mengarungi kehidupan ini tanpa proses muhasabah, niscaya orang tersebut akan memahami apa-apa tindak laku dan perbuatan yang salah dan yang benar," tutur Andian beberapa waktu lalu.

Dan kegiatan muhasabah kini menjadi keseharian dosen tetap Universitas YARSI Jakarta itu. Tak hanya dilakukan seorang diri, namun juga bersama para jamaah di masjid maupun di rumah-rumah.

Melalui muhasabah, pengisi acara Kuliah Subuh di salah satu televisi swasta ini mencoba mengajak umat untuk berintrospeksi diri. Andian menjelaskan, dalam muhasabah ada proses taqqali (mengosongkan pikiran). Untuk beberapa saat, pikiran dikosongkan dari sisi kehidupan materialis untuk kemudian 'diisi ulang' dengan perenungan.

"Setelah mencapai tahap tersebut maka seseorang akan dapat ber-tajjali atau tahap seseorang yang sudah dapat memahami nilai-nilai ketuhanan," jelasnya lagi. Dalam proses introspeksi, relung hati seseorang sekaligus diisi dengan dzikir. Ber-dzikir menyebut nama-nama Allah, dan menikmati dengan segenap jiwa. "Namun saya lebih menekankan supaya dzikir benar-benar dinikmati dalam hati serta dihayati. Selanjutnya, penghayatan tersebut harus tercermin dalam perilaku sehari-hari."

Kegiatan dzikir dan muhasabah sudah dijalani pria kelahiran Medan 12 Nopember 1967 ini sejak tahun 2000 dan mencapai puncaknya tahun 2003 lalu. Bersama para jamaah, mereka kadang ber-muhasabah di alam terbuka, menyatu dengan ciptaan Allah yang lain.

Selain itu, kegiatan dzikir dan muhasabah pun sering pula berlangsung secara door-to-door. Ini dilakukan karena tuntutan keadaan. ''Saat ini banyak saudara muslim/muslimah yang tidak punya cukup waktu luang mengikuti kegiatan keagamaan di hari-hari biasa,'' ujarnya. Dengan begitu, dia memutuskan membantu mereka dengan bersilaturahmi dari rumah ke rumah dan mengisi kegiatan pengajian.

Lebih jauh diutarakan, muhasabah amatlah penting bagi upaya peningkatan kualitas intelektual, spriritual, serta mengasah emosional. Di dalam proses dzikir dan muhasabah, para jamaah diajak untuk berpikir positif. Ada alasan yang mendasarinya.

Di beberapa literatur buku yang pernah dia baca, menurutnya telah banyak terjadi pergeseran nilai. Ketika membahas mengenai positive thinking, beberapa penulis mencoba menggunakan medium alam bawah sadar. Misalnya meminta kepada alam bawah sadar jika ingin sukses atau sembuh dari penyakit tertentu yang diderita.

Namun Andian menganggapnya sama saja dengan mensejajarkan alam bawah sadar dengan Tuhan. Sehingga dalam proses muhasabah, dia mencoba mengajak orang untuk mencapai positive thinking dengan membangun kesadaran kemanusiaan. "Kalau kita tidak bergantung sepenuhnya pada Allah SWT, tidak punya komitmen kehambaan kepada Allah, kita tidak punya arti hidup," tandasnya kemudian.

Jadi intinya adalah bagaimana membangun kesadaran kemanusiaan melalui proses perenungan. Dan diharapkan dari proses itu akan tumbuh kesadaran yang luar biasa untuk kemudian membangun semangat kepasrahan. Suami dari Ermi Sahidah ini mengaku pernah mengalami kepasrahan yang sangat mendalam. Berasal dari keluarga yang prihatin di Medan, sebagian besar hidupnya lantas dilalui dengan kerja keras, banyak merenung dan juga berdzikir.

Pada usia lima tahun, sang ayah meninggal dunia. Sebagai putra sulung dari empat bersaudara, Andian mau tak mau harus mengambil peran sebagai kepala rumah tangga. Setelah lulus SD, ibundanya menginginkan putranya tersebut melanjutkan pendidikan di pondok pesantren. Maka dipilihlah ponpes Gontor di Ponorogo, Jawa Timur.

Delapan tahun lamanya menimba ilmu agama di ponpes tersebut untuk selanjutnya dia memutuskan kembali ke kampung halaman dan kuliah di IAIN Medan. Di sinilah Andian mengalami perjuangan hidup. "Saat kuliah, saya tidak mendapatkan fasilitas layaknya yang dinikmati mahasiswa lain dari orangtuanya," dia menuturkan.

Tidak ada jalan lain kecuali harus bekerja sampingan untuk dapat membiayai kuliah dan juga ketiga adiknya. Ayah dari dua putra dan putri ini pernah membuka kursus bahasa Arab, menjual pakaian secara dari rumah ke rumah dan bekerja sebagai agen di perusahaan asuransi.

"Ketika saya dituntut untuk lebih banyak berbuat, saya lantas melaluinya bersama proses perenungan," sambungnya. Dari situlah dia melihat segala perjuangan hidup yang dilalui harus disyukuri sebagai suatu pembelajaran dan membuatnya lebih bisa menghargai orang lain serta hidup ini.

Begitulah kemudian pada setiap kesempatan ber-muhasabah, dia selalu merasa ada sesuatu yang dicari oleh banyak orang seperti juga yang dicarinya. Lama kelamaan, tumbuh satu kesimpulan bahwa semua orang selama hidupnya pasti mencari 'sesuatu'. Dan sesuatu itu adalah kebermaknaan. "Nah bagi saya, tujuan dapat dicapai dengan proses perenungan dan dzikir."

Yang menarik dari sekian lama melaksanakannya, Andian mendapati ternyata kegiatan itu bisa menjadi sebuah terapi kejiwaan. Di saat seseorang merasakan kecemasan, waswas, tidak berarti, dan perasaan negatif lainnya, muhasabah dapat menumbuhkan semangat baru.

Namun semuanya harus dimulai dari kesadaran (titik nol). Segala yang dimiliki bukanlah sesuatu yang abadi sehingga seseorang akan menyadari bahwa hidup tanpa mendekatkan diri kepada Allah, memperbanyak dzikir dan melakukan proses perenungan, tidak akan berarti.

Dijelaskan lagi, beberapa orang memutuskan kembali ke jalan Allah setelah tertimpa masalah. Ada juga yang kembali ke jalan Allah karena memperoleh nikmat. Tapi ada juga orang yang diberi cobaan terus menerus, tidak juga tersadar.

"Pada kaitan itu, ada satu kata kunci. Setiap orang di dalam hatinya pasti punya keinginan bahwa hidupnya harus bermakna. Hanya saja ketika berhadapan dengan proses-proses, dia tidak konsisten dan istiqomah," Andian menambahkan.

Ketidak-istiqomah-an inilah yang kemudian mendorong seseorang berbuat sekehendak hatinya. Maka tak mengherankan timbul satu ironi. Di saat lantunan dzikir dan kegiatan agama tidak henti dilakukan, berbarengan pula negara ini tak lepas dari masalah kemerosotan akhlak.

Fakta tersebut amatlah memprihatinkan. "Kita baru sampai pada taraf pengetahuan tentang agama, belum sampai pada proses penghayatan apalagi pengamalan. Islam itu kan pada intinya kepasrahan total, berserah diri. Jadi bila belum sampai pada pengamalan nilai-nilai, berarti Islam kita belum kaffah."

Oleh sebab itu, Andian yang juga pembimbing ibadah haji dan umroh, telah berencana meluncurkan album Muhasabah sebelum bulan Ramadhan mendatang. Lewat album ini, dia coba mengingatkan agar umat terus berupaya meningkatkan kualitas hidup melalui kedua kegiatan mulia tadi.

Tujuan dari dzikir dan muhasabah, adalah agar seseorang mencapai ketenangan. Ketenangan akan diperoleh jika tumbuh kesadaran. "Karena kesadaran inilah yang dapat merajut kembali hubungan dengan Allah SWT, sesama manusia, dan lingkungan," ujarnya.

Biodata
Nama lengkap : Andian Parlindungan
Kelahiran : Medan, 12 Nopember 1967
Istri : Ermi Sahidah
Putra/putri : Carissa Rafa Andiesa (2 tahun) Rakhsan Andi Aziz (3 bulan)
Pendidikan : S1-IAIN Sumatera Utara tahun 1994 S2-IAIN Jakarta tahun 1997
Kegiatan : Dosen tetap Fak Kedokteran dan Ekonomi Universitas Yarsi Jakarta Pembimbing Ibadah Haji dan Umroh Mengisi acara Kuliah Subuh Indosiar sejak 1999 Mengisi acara Cahaya Hati TPI Mengisi acara Kuliah Subuh SCTV sejak 2003 Mengisi acara Dialog Jumat RRI

Asal Usul Hajar Aswad

05 April, 2005
Ketika Nabi Ibrahim a.s bersama anaknya membina Kaabah banyak kekurangan
yang dialaminya. Pada mulanya Kaabah itu tidak ada bumbung dan pintu masuk.
Nabi Ibrahim a.s bersama Nabi Ismail bertungkus kumus untuk menjayakan
pembinaannya dengan mengangkut batu dari berbagai gunung.
Dalam sebuah kisah disebutkan apabila pembinaan Kaabah itu selesai, ternyata
Nabi Ibrahim masih merasakan kekurangan sebuah batu lagi untuk diletakkan di
Kaabah.

Nabi Ibrahim berkata Nabi Ismail berkata, "Pergilah engkau mencari sebuah batu
yang akan aku letakkan sebagai penanda bagi manusia."
Kemudian Nabi Ismail a.s pun pergi dari satu bukit ke satu bukit untuk mencari
batu yang baik dan sesuai. Ketika Nabi Ismail a.s sedang mencari batu di sebuah
bukit, tiba-tiba datang malaikat Jibril a.s memberikan sebuah batu yang cantik.
Nabi Ismail dengan segera membawa batu itu kepada Nabi Ibrahim a.s. Nabi
Ibrahim a.s. merasa gembira melihat batu yang sungguh cantik itu, beliau
menciumnya beberapa kali. Kemudian Nabi Ibrahim a.s bertanya, "Dari mana kamu
dapat batu ini?"

Nabi Ismail berkata, "Batu ini kuterima daripada yang tidak memberatkan cucuku
dan cucumu (Jibril)."
Nabi Ibrahim mencium lagi batu itu dan diikuti oleh Nabi Ismail a.s. Sehingga
sekarang Hajar Aswad itu dicium oleh orang-orang yang pergi ke Baitullah. Siapa
sahaja yang bertawaf di Kaabah disunnahkan mencium Hajar Aswad. Beratus ribu
kaum muslimin berebut ingin mencium Hajar Aswad itu, yang tidak mencium
cukuplah dengan memberikan isyarat lambaian tangan sahaja.

Ada riwayat menyatakan bahawa dulunya batu Hajar Aswad itu putih bersih, tetapi
akibat dicium oleh setiap orang yang datang menziarahi Kaabah, ia menjadi hitam
seperti terdapat sekarang. Wallahu a'alam.

Apabila manusia mencium batu itu maka timbullah perasaan seolah-olah mencium
ciuman Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Ingatlah wahai saudara-saudaraku, Hajar
Aswad itu merupakan tempat diperkenan doa. Bagi yang ada kelapangan, berdoalah
di sana, Insya Allah doanya akan dikabulkan oleh Allah. Jagalah hati kita
sewaktu mencium Hajar Aswad supaya tidak menyengutukan Allah, sebab tipu daya
syaitan kuat di Tanah Suci Mekah.

Ingatlah kata-kata Khalifah Umar bin Al-Khattab apabila beliau mencium batu itu
(Hajar Aswad) : "Aku tahu, sesungguhnya engkau hanyalah batu biasa. Andaikan
aku tidak melihat Rasulullah S.A.W menciummu, sudah tentu aku tidak akan
melakukan (mencium Hajar Aswad)."

Kebaikan Pun Ujian dari Allah

Assalamualaikum Wr.Wb

Meski kebaikan adalah juga sebuah ujian dari Allah, sering kita baru merasa bersedih hati saat menghadapi hal-hal yang tidak kita inginkan. Ada di antara kita yang menyadarinya sebagai ujian baginya, meski tidak sedikit yang berputus asa dan melontarkan kata-kata yang tidak pantas kepada Allah. Seolah Allah telah menzhalimi mereka dan menimpakan hal-hal yang tidak seharusnya terjadi.

Inilah kebodohan dan hawa nafsu, saat seorang manusia merasa lebih tahu apa yang baik baginya daripada Allah, Dzat yang Maha Tahu. Dia mengira Allah tidak mengetahui keadaan dirinya sebanyak yang dia ketahui atas dirinya sendiri. Subhanallah! Padahal Allahlah yang menggenggam jiwanya, mendengarkan ucapan-ucapannya, mengetahui keadaan dan rahasia dirinya, serta tidak ada sesuatupun yang tersembunyi dari pandanganNya. Sungguh sangat tidak pantas bila kita mengaku beriman kepada Allah, dan memiliki prasangka buruk seperti ini.

Prasangka ini akan menghancurkan diri kita sendiri karena keliru memahami musibah yang kita alami. Kita akan berputus asa dari rahmat Allah, kehilangan harapan dan musibah itupun menjadi semakin berat kita rasakan Allah berfirman, "Dan yang demikian itu adalah prasangka kalian yang telah kalian sangka terhadap Rabb kalian, prasangka itu telah membinasakan kalian, maka jadilah kalian termasuk orang-orang yang merugi." (Fushshilat ; 23).

Teladan Abu Bakar

02 April, 2005
Republika Sabtu, 02 April 2005

Oleh : Fajar Kurnianto



Pada suatu waktu, Rasulullah SAW berkhutbah, ''Sesungguhnya, setiap manusia Allah SWT berikan dua pilihan antara hidup di dunia dan melakukan apa pun sesuai kehendaknya, lalu memakan apa pun yang ia inginkan, atau bertemu Tuhannya.''

Mendengar khutbah itu, Abu Bakar meneteskan air mata. Salah seorang sahabat lain berkomentar, ''Apakah kalian tidak kagum melihat Abu Bakar yang saleh ini, ketika Rasulullah SAW dalam khutbahnya mengatakan bahwa manusia itu diberi dua pilihan, antara memilih dunia atau lebih memilih bertemu dengan Tuhannya, Abu Bakar lebih memilih Tuhannya?'' Semua sahabat mengetahui bahwa Abu Bakar adalah salah seorang sahabat yang paling memahami apa yang Rasulullah SAW sabdakan. Tidak lama kemudian, Abu Bakar mendekati Rasulullah SAW dan berkata, ''Wahai Rasulullah, tidak hanya memilih bertemu dengan Allah, saya bahkan akan mendarmabaktikan diri dan hartaku untukmu.''

Mendengar perkataan Abu Bakar, Rasulullah SAW lalu bersabda, ''Rasanya tidak ada seorang pun yang lebih amanah dalam persahabatan dan tanggung jawab terhadap hartanya, selain Ibnu Abi Quhafah (Abu Bakar). Seandainya aku akan menjadikan seseorang sebagai teman sejati, maka akan aku pilih Ibnu Abu Quhafah.'' (HR Tirmidzi dari Abu al-Mu'alla). Apa yang membuat Rasulullah SAW menyanjung Abu Bakar?

Pertama, dalam sejarah, Abu Bakar adalah orang yang paling dekat dengan Nabi SAW. Ia pula yang menemani Nabi SAW menyusuri padang pasir, keluar dari Makkah menuju Madinah. Ia pula yang mengkhawatirkan keselamatan Nabi SAW sewaktu di Gua Hira. Kecintaannya kepada Rasulullah SAW menjadikannya rela memberikan apa pun demi Rasulullah SAW dan perjuangan Islam.

Kedua, Abu Bakar adalah sosok yang paling dermawan dalam membelanjakan harta bendanya di jalan Allah SWT. Dalam satu riwayat yang lain, Umar bin Khathab pernah bercerita, ''Suatu saat kami pernah diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk mendermakan harta kami. Kebetulan aku memiliki harta, dan aku bertekad untuk bisa melampaui kedermawanan Abu Bakar.''
Umar langsung membawa harta miliknya ke hadapan Rasulullah SAW. Melihat kedatangan Umar, beliau bertanya, ''Apakah engkau menyisakan hartamu untuk keluargamu, ya Umar?'' Umar dengan cepat menjawab, ''Ya, wahai Nabi Allah.''
Tidak berselang lama, Abu Bakar datang juga dengan hartanya. Rasulullah SAW juga bertanya, ''Apakah engkau juga menyisakan harta untuk keluargamu, ya Abu Bakar?''
Abu Bakar menjawab, ''Aku hanya sis
akan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka.'' Mendengar hal itu, Umar berkata, ''Demi Allah, saya benar-benar tidak mampu menyaingi kedermawanan Abu Bakar seumur hidupku.'' (HR
Tirmidzi dari Umar bin Khattab).
Abu Bakar memberikan teladan yang sangat berarti bahwa harta benda tidak ada nilainya dibandingkan dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Abu Bakar menyadari harta akan bernilai sejati jika didermakan untuk orang lain dengan niat semata-mata karena Allah SWT. Wallahu a'lam bi as-Shawab.

Hati Manusia

Republika Rabu, 30 Maret 2005

Oleh : Firdaus MA

Hati manusia, atau sering disebut qalbu, senantiasa bolak-balik, tiada tetap. Kadang ia bersih, kuat iman, bercahaya, lemah lembut, tetapi suatu saat menjadi kotor, lemah iman, gelap gulita, buta, keras membatu terhadap kebenaran. Di antara penyebab hati yang kotor adalah tiada beriman kepada Alquran dan banyak berbuat kesesatan. Allah berfirman, ''Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Alquran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.'' (QS 6: 10).

Orang yang hatinya kotor dan sakit akan mudah digoda setan yang menjerumuskannya kepada perbuatan maksiat, dosa, dan kezaliman. Allah berfirman, ''Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh setan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat.'' (QS 22: 53).

Orang yang kotor hatinya karena perbuatan dosa dan jahat, hatinya menjadi buta dan tidak dapat menerima pelajaran dan peringatan. Akhirnya, hilanglah rasa percaya atau iman, dan orang itu akan selalu mengikuti kehendak nafsunya. Allah berfirman, ''Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya, dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?'' (QS 7: 100).

Sebaliknya, beruntunglah orang yang menyucikan hatinya dengan cahaya iman, rasa percaya, dan amal saleh. Hati yang suci yang akan selalu mendapatkan petunjuk Allah dan tidak mudah digoda setan untuk berbuat mungkar atau maksiat, akhirnya nafsu pun akan tetap tenang. Iman yang baik dan senantiasa mengingat Allah membuat orang menjadi tenteram hatinya. Allah berfirman, ''(yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram. (QS 13: 28).

Orang yang senantiasa membersihkan hati dari berbagai penyakitnya akan tampil sebagai orang yang mukhlis, yaitu orang yang ikhlas menjalankan ibadah dan semua aktivitas kehidupan. Segala hal yang ia lakukan hanya dipersembahkan kepada Allah. Orang seperti ini sulit digoda dan disesatkan setan. Allah berfirman, ''Iblis menjawab, 'Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka'.'' (QS 38: 82-83).

Hati yang bersih bersemai di dalamnya takwa kepada Allah. Takwa ini yang mendorong orang selalu menjalankan perintah Allah dan menghentikan segala larangan-Nya. Agar hati selalu membimbing kita kepada kebaikan, maka ia harus disucikan dari berbagai penyakit hati dan dosa-dosa yang kita lakukan.

Memperhalus Rasa Malu

Republika Jumat, 01 April 2005


Oleh : Suprianto

Rasa malu menjauhkan seseorang dari perbuatan salah. Sebagai seorang yang beriman, kita seharusnya memiliki rasa malu, sehingga akan tumbuh malu yang sebenar-benarnya di hadapan Allah SWT tatkala melakukan apa yang dilarang dan dibenci-Nya, atau ketika meninggalkan apa yang diperintahkan-Nya. Simaklah dialog Rasulullah SAW dengan para sahabat dalam sebuah majelis. Beliau berkata, ''Malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya.'' Para sahabat menjawab, ''Wahai Nabi Allah, kami memang malu kepada Allah dan memuji-Nya.''

Nabi bersabda, ''Bukan begitu yang kumaksudkan. Tetapi, orang yang malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya mestilah menjaga kepala dan pikiran yang terkandung di dalamnya. Hendaklah juga menjaga perut dan apa yang dikumpulkan di dalamnya, dan hendaknya dia mengingat maut dan bencana yang akan menimpanya. Siapa yang menginginkan akhirat, maka dia mesti sanggup meninggalkan kemilau hiasan dunia. Hanya orang-orang seperti itulah yang benar-benar malu kepada Allah.'' (HR Tirmidzi dengan sanad Hasan).

Rasulullah SAW selalu mengajarkan kepada para sahabatnya tentang hakikat malu. Karena, malu merupakan salah satu sifat mulia dan terpuji. Bahkan, ia merupakan pangkal keimanan. Sabdanya, ''Tidak ada iman bagi orang yang tidak punya malu.''

Untuk dapat memperhalus rasa malu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, menjaga kepala dan pikiran. Maksudnya adalah menjaga seluruh indra yang dikendalikan oleh kepala. Ia tidak mempergunakan indra-indra itu kecuali dalam hal yang diridhai Allah SWT. Kedua, menjaga perut dan isinya, artinya ia tidak memakan sesuatu kecuali yang halal karena itulah yang diperintahkan Allah dalam firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 172, ''Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu.''

Ketiga, mengingat mati dan kehancuran tubuh setelah mati serta membayangkan kematian selalu ada di depan mata. Rasulullah SAW bersabda, ''Perbanyaklah mengingat si pelumat kenikmatan, yaitu kematian.'' (HR At-Tirmidzi). Keempat, meninggalkan perhiasan dunia. Artinya, ia tidak teperdaya oleh glamor dunia sehingga ia tidak disibukkan oleh hal-hal itu dari mengingat Allah dan akhirat yang merupakan tempat kembalinya.

Allah SWT berfirman, ''Maka, janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu. Dan janganlah penipu (setan) memperdaya kamu terhadap Allah.'' (QS Luqman [31]: 33). Perkara lain yang dapat memperhalus rasa malu adalah dengan menyaksikan, mensyukuri, kebaikan, dan karunia Allah SWT. Betapa banyak nikmat dan karunia Allah yang telah dilimpahkan kepada kita, baik berupa kesehatan anggota badan seperti tangan, kaki, mata, telinga, hidung, dan lidah. Juga makanan, tempat tinggal, pakaian.

Kesadaran akan karunia Allah kepada diri kita inilah yang akan memperhalus perasaan malu di hadapan-Nya. Wallahu a'lam bish shawab.